Minggu, 10 Juli 2011

Diare (atau dalam bahasa kasar disebut menceret) (BM = diarea; Inggris = diarrhea) adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami rangsangan buang air besar yang terus-menerus dan tinja atau feses yang masih memiliki kandungan air berlebihan. Di Dunia ke-3, diare adalah penyebab kematian paling umum kematian balita, dan juga membunuh lebih dari 1,5 juta orang per tahun.
Penyebab
Kondisi ini dapat merupakan gejala dari luka, penyakit, alergi (fructose, lactose), memakan makanan yang asam,pedas,atau bersantan secara berlebihan, dan kelebihan vitamin C dan biasanya disertai sakit perut, dan seringkali mual dan muntah. Ada beberapa kondisi lain yang melibatkan tapi tidak semua gejala diare, dan definisi resmi medis dari diare adalah defekasi yang melebihi 200 gram per hari.Hal ini terjadi ketika cairan yang tidak mencukupi diserap oleh usus besar. Sebagai bagian dari proses digestasi, atau karena masukan cairan, makanan tercampur dengan sejumlah besar air. Oleh karena itu makanan yang dicerna terdiri dari cairan sebelum mencapai usus besar. Usus besar menyerap air, meninggalkan material yang lain sebagai kotoran yang setengah padat. Bila usus besar rusak / radang, penyerapan tidak terjadi dan hasilnya adalah kotoran yang berair.Diare kebanyakan disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi juga seringkali akibat dari racun bakteria. Dalam kondisi hidup yang bersih dan dengan makanan mencukupi dan air tersedia, pasien yang sehat biasanya sembuh dari infeksi virus umum dalam beberapa hari dan paling lama satu minggu. Namun untuk individu yang sakit atau kurang gizi, diare dapat menyebabkan dehidrasi yang parah dan dapat mengancam-jiwa bila tanpa perawatan.Diare dapat menjadi gejala penyakit yang lebih serius, seperti disentri, kolera atau botulisme, dan juga dapat menjadi indikasi sindrom kronis seperti penyakit Crohn. Meskipun penderita apendisitis umumnya tidak mengalami diare, diare menjadi gejala umum radang usus buntu.Diare juga dapat disebabkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan, terutama dalam seseorang yang tidak cukup makan
GejalaGejala yang biasanya ditemukan adalah buang air besar terus menerus disertai mual dan muntah. Tetapi gejala lainnya yang dapat timbul antara lain pegal pada punggung,dan perut berbunyi.
PerawatanPerawatan untuk diare melibatkan pasien mengonsumsi sejumlah air yang mencukupi untuk menggantikan yang hilang, lebih baik bila dicampur dengan elektrolit untuk menyediakan garam yang dibutuhkan dan sejumlah nutrisi. Untuk banyak orang, perawatan lebih lanjut dan medikasi resmi tidak dibutuhkan.
Diare di bawah ini biasanya diperlukan pengawasan medis:Diare pada balita
• Diare menengah atau berat pada anak-anak
• Diare yang bercampur dengan darah.
• Diare yang terus terjadi lebih dari 2 minggu.
• Diare yang disertai dengan penyakit umum lainnya seperti sakit perut, demam, kehilangan berat badan, dan lain-lain.
• Diare pada orang bepergian (kemungkinan terjadi infeksi yang eksotis seperti parasit)
• Diare dalam institusi seperti rumah sakit, perawatan anak, institut kesehatan mental.
Keracunan Pada anak
Pendahuluan
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan
gejala klinis. Angka yang pasti dari kejadian keracunan di Indonesia belum
diketahui, meskipun banyak dilaporkan kejadian-kejadian keracunan di
beberapa rumah sakit tetapi angka ini tidak menggambarkan kejadian yang
sebenarnya didalam masyarakat.
Di Amerika Serikat kecelakaan dan keracunan merupakan penyebab utama
kematian anak-anak. Lebih kurang 60% dari paparan keracunan yang
dilaporkan
terjadi pada anak berumur < 6 tahun, dengan kematian < 4%.
Di RSCM/FK UI Jakarta dilaporkan 45 penderita anak yang mengalami
keracunan
setiap tahunnya, sedang di RS dr. Soetomo Surabaya 15 - 30 penderita anak
yang datang untuk mendapatkan pengobatan karena keracunan setiap
tahun,yang
sebagian besar karena keracunan hidrokarbon ( 45 - 60%), keracunan
makanan,
keracunan obat-obatan, detergen dan bahan-bahan rumah tangga yang lain.
Meskipun keracunan dapat terjadi melalui saluran cerna, saluran nafas,
kulit
dan mukosa atau parenteral tetapi yang terbanyak racun masuk melalui
saluran
cerna ( 75 % ) dan inhalasi ( 14% ).Keracunan merupakan suatu keadaan
gawat
darurat medis yang membutuhkan tindakan segera, keterlambatan dalam
memberikan pertolongan dapat membawa akibat yang fatal.
Pada dasarnya keracunan pada anak tidaklah berbeda dengan pada dewasa,
tapi
oleh karena secara alamiah terdapat perbedaan akibat dari tingkat
perkembangan fisik yang masih sedang tumbuh, kepribadian dan emosi yang
sedang berkembang, sehingga terdapat beberapa perbedaan dalam kejadian,
jenis, lokasi serta motif dari keracunan.
Mengingat resiko keracunan yang sangat berbahaya dan bahkan dapat
menyebabkan kematian dan mengingat bahwa keracunan pada anak sebagian
besar
adalah karena kecelakaan dan dapat dicegah, maka usaha-usaha pencegahan
hendaknya mendapat perhatian dan prioritas utama dalam penanggulangan
keracunan pada anak.
Keracunan pada anak
Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, terdapat perbedaan -
perbedaan baik fisik, fisiologis maupun psikologis dengan orang dewasa.
Fungsi organ-organ tubuh belum matang, demikian pula dengan fungsi
pertahanan tubuh yang belum sempurna. Pada anak terdapat faktor-faktor
yang
mempermudah terjadinya keracunan,yaitu :
•Perkembangan kepribadian anak usia 0 - 5 tahun masih dalam fase
oral sehingga ada kecenderungan untuk memasukkan segala yang dipegang
kedalam mulutnya.
•Anak-anak masih belum mengetahui apa yang berbahaya bagi dirinya
(termasuk disini anak dengan retardasi mental.
•Anak-anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar.
•Anak-anak pada usia ini mempunyai sifat negativistik yaitu
selalu
menentang perintah atau melanggar larangan.
Oleh karena sifat-sifat tersebut maka keracunan pada anak lebih sering
karena kecelakaan (accidental poisoning ),sedang pada dewasa keracunan
lebih
sering karena pekerjaannya (occupational poisoning) dan pembunuhan atau
usaha bunuh diri.
Pada anak kecil jarang terjadi keracunan karena usaha bunuh diri atau
pembunuhan, walaupun pernah dilaporkan melalui media massa adanya
pembunuhan
anak dengan jalan memberi racun oleh ibu yang putus asa sebelum kemudian
dia
bunuh diri.
Penyebab keracun n
Pada dasarnya semua a bahan dapat menyebabkan keracunan tergantung seberapa
banyak bahan tersebut masuk kedalam tubuh. Bahan-bahan yang dapat
menyebabkan keracunaan adalah :
• Makanan
• Bahan-bahan kimia
• Obat-obatan
• Bahan-bahan keperluan rumah tangga ( Household poison )
Oleh karena anak kecil lebih sering berada dirumah maka keracunan yang
terjadi pada anak biasanya disebabkan oleh bahan-bahan yang ada dirumah
atau
sekitar rumah.
Di RSUD dr. Soetomo keracunan yang paling sering terjadi adalah keracunan
minyak tanah ( > 45% ) sama seperti laporan dari center-center lain.
Penatalaksanaan keracunan
I. Tindakan emergensi :
Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas
spontan
atau pernapasan tidak adekuat.
Circulation: Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki
perfusi
jaringan.
II. Identifikasi penyebab keracunan.
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya usaha
mencari penyebab keracunan ini tidak sampai menunda usaha-usaha
penyelamatan
penderita yang harus segera dilakukan.
III. Eliminasi racun.
1. Racun yang ditelan
1. Rangsang muntah
Akan sangat bermanfaat bila dilakukan dalam 1 jam pertama sesudah menelan
bahan beracun, bila sudah lebih dari 1 jam tidak perlu dilakukan rangsang
muntah kecuali bila bahan beracun tersebut mempunyai efek yang menghambat
motilitas ( memperpanjang pengosongan ) lambung.
Rangsang muntah dapat dilakukan secara mekanis dengan merangsang palatum
mole atau dinding belakang faring,atau dapat dilakukan dengan pemberian
obat- obatan :
1. Sirup Ipecac
Dapat diberikan pada anak diatas 6 bulan.
Pada anak usia 6 - 12 bulan 10 ml
1- 12 tahun 15 ml
> 12 tahun 30 ml
Pemberian sirup ipecac diikuti dengan pemberian 200 ml air putih. Bila
sesudah 20 menit tidak terjadi muntah pada anak diatas 1 tahun pemberian
ipecac dapat diulangi.
2. Apomorphine
Sangat efektif dengan tingkat keberhasilan hampir 100%,dapat menyebabkan
muntah dalam 2 - 5 menit. Dapat diberikan dengan dosis 0,07 mg/kg BB
secara
subkutan.
Kontraindikasi rangsang muntah :
1. Keracunan hidrokarbon, kecuali bila hidrokarbon tersebut
mengandung
bahan-bahan yang berbahaya seperti camphor, produk-produk yang mengandung
halogenat atau aromatik, logam berat dan pestisida.
2. Keracunan bahan korossif

3. Keracunan bahan-2 perangsang CNS ( CNS stimulant , seperti
strichnin
)4. Penderita kejang
5. Penderita dengan gangguan kesadaran
1. Kumbah lambung
Kumbah lambung akan berguna bila dilakukan dalam 1-2 jam sesudah menelan
bahan beracun, kecuali bila menelan bahan yang dapat menghambat
pengosongan
lambung.
Kumbah lambung seperti pada rangsang muntah tidak boleh dilakukan pada :•
Keracunan bahan korosif
• Keracunan hidrokarbon
• Kejang

Pada penderita dengan gangguan kesadaran atau penderita- penderita dengan
resiko aspirasi jalan nafas harus dilindungi dengan cara pemasangan pipa
endotracheal.
Penderita diletakkan dalam posisi trendelenburg dan miring kekiri,
kemudian
di masukkan pipa orogastrik dengan ukuran 24 - 36 Fr, pencucian lambung
dilakukan dengan cairan garam fisiologis ( normal saline/ PZ ) atau ½
normal
saline 100 ml atau kurang berulang-ulang sampai bersih.
3. Pemberian Norit ( activated charcoal )
Jangan diberikan bersama obat muntah, pemberian norit harus menunggu
paling
tidak 30 - 60 menit sesudah emesis.
Dosis 1 gram/kg BB dan bisa diulang tiap 2 - 4 jam bila diperlukan,
diberikan per oral atau melalui pipa nasogastrik.
Indikasi pemberian norit untuk keracunan :
• Obat2 analgesik/ antiinflammasi : acetamenophen, salisilat,
antiinflamasi non steroid,morphine,propoxyphene.
• Anticonvulsants/ sedative : barbiturat, carbamazepine,
chlordiazepoxide, diazepam phenytoin, sodium valproate.
• Lain-lain : amphetamine, chlorpheniramine, cocaine, digitalis,
quinine, theophylline, cyclic anti - depressants
Norit tidak efektif pada keracunan Fe, lithium, cyanida, asam basa kuat
dan
alkohol.
4. Catharsis
Efektivitasnya masih dipertanyakan.
Jangan diberikan bila ada gagal ginjal,diare yang berat ( severe diarrhea
),
ileus paralitik atau trauma abdomen.
5. Diuretika paksa ( Forced diuretic )
Diberikan pada keracunan salisilat dan phenobarbital ( alkalinisasi urine
).Tujuan adalah untuk mendapatkan produksi urine 5,0 ml/kg/jam,hati-hati
jangan sampai terjadi overload cairan.
Harus dilakukan monitor dari elektrolit serum pada pemberian diuresis
paksa.
Kontraindikasi : udema otak dan gagal ginjal
6. Dialysis
Hanya dilakukan bila usaha-usaha lain sudah tidak membawa hasil.
Bermanfaat hanya pada bahan beracun yang bisa melewati filter dialisis (dialysa ble toxin ) seperti phenobarbital, salisilat, theophylline,
methanol, ethylene glycol dan lithium.
Dialysis dilakukan bila :
• Asidosis berat
• Gagal ginjal
• Ada gejala gangguan visus
• Tidak ada respon terhadap tindakan pengobatan.
7. Hemoperfusi masih merupakan kontroversi dan jarang digunakan.
2. Racun yang disuntikkan atau sengatan
• Immobilisasi
• Pemasangan torniquet diproksimal dari suntikan
• Berikan antidotum bila ada
3. Racun pada kulit dan mata
Lepaskan semua yang dipakai kemudian bersihkan dengan sabun dan siram
dengan
air yang mengalir selama 15 menit.
Jangan diberi antidotum.
4. Racun yang dihisap melalui saluran nafas
Keluarkan penderita dari ruang yang mengandung gas racun.
Berikan oksigen. Kalau perlu lakukan pernafasan buatan.
IV. Pemberan antidotum kalau mungkin
V. Pengobatan Supportif
• Pemberian cairan dan elektrolit
• Perhatikan nutrisi penderita
• Pengobatan simtomatik ( kejang, hipoglikemia, kelainan
elektrolit
dsb.)


ASKEP ATRESIA ANI
1. Pengertian Atresia Ani
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002)Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnyaMenurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung
2. Etiologi
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
3. Patofisiologi
Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :
1) Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik
2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
3) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan
4) Berkaitan dengan sindrom down
5) Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
Terdapat tiga macam letak
Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital
Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya
Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm.
Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum
Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius
4. Manifestasi Klinis
1) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4) Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).
5) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6) Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7) Perut kembung.
(Betz. Ed 7. 2002)
5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
a. Asidosis hiperkioremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang.
- Eversi mukosa anal
- Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)
(Ngustiyah, 1997 : 248)
6. Klasifikasi
Klasifikasi atresia ani :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum
(Wong, Whaley. 1985).
7. Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut dilubangi degan hemostratau skapel
b. Pengobatan
1) Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
2) Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen)(Staf Pengajar FKUI. 205)
8. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.
b) Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
c) Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
d) Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
e) Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
f) Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan
a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.
b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.
Hisprung atau Mega Colon
Pengertian
Ada beberapa pengertian mengenai Hisprung atau Mega Colon, namun pada intinya sama an ipenyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 )
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi 3 aterm dengan Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Ariefberat lahir Mansjoeer, 2000
Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar.
Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna.
Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar