Rabu, 19 Mei 2010

kata bijak



Tahu perbedaan antara cinta pria dan wanita? Bagaimana seorang pria jatuh cinta saat pertama kali melihat pasangan hidupnya. Bintang memang tidak bisa mendefinisikan arti cinta tapi kita semua tahulah saat itu sedang terjadi.

Sifat pria saat mereka pertama kali melihat wanita adalah karena fisiknya. Mereka melihat dulu apakah kulitnya halus, payudaranya berisi, tubuhnya langsing atau wajahnya cantik. Sedangkan wanita itu sebaliknya…. mereka mencari sosok pria pemberi.

Mencari sosok pria yang mapan. Sosok pria yang dapat menghidupi keluarganya kelak. Tapi yang lebih utama adalah sifat pria yang mampu menjadi pemimpin dan sedikit mendominasi. Yang dapat melindunginya.

Wanita yang menggoda memang dapat merangsang cinta pria. Tapi itu hanya karena si pria ingin melewatkan malam minggu dengannya (sex). Tidak lebih dari itu! Jadi jika kamu seorang wanita jangan jadi wanita penggoda ya :D

Itulah mengapa ada sebuah kata bijak , Pria itu gampang sekali jatuh cinta sedangkan wanita sebaliknya. Tapi sekali mencintai, wanita akan sulit untuk melupakannya.

Hal diatas adalah arti cinta pria dan wanita saat pertama kali bertemu / berkenalan, Lalu bagaimana saat mereka menikah, Pria cenderung lebih menyukai seks sedangkan wanita cenderung menginginkan hubungan pernikahan yang harmonis dan intim. Dan pada saat itu kadar jatuh cinta mulai menurun.

Bintang ucapkan selamat jika pernikahan selesai karena maut memisahkan. Tapi bagaimana karena itu cerai. Dengan penyebab yang bermacam-macam seperti selingkuh, tidak cocok dan lain sebagainya. Nah saat putus cinta ternyata seorang pria jauh lebih merana daripada wanita.

Intinya!

Sebagai pria idaman wanita :D , bintang sendiri juga tidak tahu bagaimana pria jatuh cinta atau sekedar arti cinta itu sendiri. Namun terkadang cinta pria itu egois dan terlalu banyak berkhayal. Yah mungkin itulah sifat pria dari dulu.
Incoming search terms for the article:
arti cinta, apa arti cinta, arti tentang cinta, cinta pria, www arti cinta com, ARTI CINTA SEORANG PRIA, articinta, Arti cinta?, cinta arti, cinta seorang pria

Minggu, 16 Mei 2010

staphylacoccus bacterial

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehadiran bakteri patogen atau hasil metabolismenya di dalam ikan asap dapat menimbulkan gangguan kesehatan berupa keracunan (intoksikasi) dan infeksi. Salah satu bakteri yang dicurigai terdapat di dalam ikan asap adalah staphylococcus aureus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kualitas bakteriologis ikan asap di semarang dan praktik higiene pada tingkat produsen dan penjual. Metode yang digunakan adalah survey dengan pendekatan cross sectional.

Penelitian ini dilakukan pada bulan juli-desember 2004.sampel pada penelitian ini terdiri dari 2 macam yaitu sampel responden dan sampel ikan.sampel responden diambil dengan cara total populasi sebanyak 69 responden, sedangkan untuk sampel ikan diambil dengan purposive sampling sebanyak 32 sampel. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa rata-rata jumlah staphylococcus aureus pada tingkat produsen, penjual yang sekaligus sebagai produsen dan penjual biasa masing-masing sebesar 0,5x103 koloni/gram, 2,0x103 koloni/gram dan 3,8x103 koloni/gram.
Sedangkan rata-rata total bakteri pada tingkat produsen, penjual yang sekaligus sebagai produsen dan penjual biasa masing-masing sebesar 0,5x106 koloni/gram, 1,0x106 koloni/gram, 1,3x106 koloni/gram. Dari seluruh sampel, proporsi ikan asap yang tercemar staphylococcus aureus melebihi batas maksimum adalah sebesar 14,3% dari penjual biasa. Di tingkat produsen, seluruh ikan asap yang diperiksa masih dalam batas aman (â£106 koloni/gram). Sedangkan di tingkat pen jual terdapat sejumlah sampel yang mengandung total bakteri di atas batas maksimum yaitu sebesar 40% sampel di tingkat penjual yang sekaligus sebagai produsen dan 85,7% di tingkat penjual biasa. Sebanyak 51,4% produsen masuk dalam kategori higiene buruk dan 48,6% termasuk dalam kategori higiene baik. Di tingkat penjual yang sekaligus sebagai produsen 55,6% masuk kategori buruk dan 44,4% masuk dalam kategori higiene baik. Di tingkat penjual biasa 57,1% masuk dalam kategori higiene buruk dan 42,9% masuk dalam kategori higiene baik. Berdasarkan penelitia tersebut peneliti menyarankan agar agar produsen memberikan pengarahan kepada karyawan untuk bekerja secara higienis. Sedangkan kepada penjual disaranlan untuk menyediakan air bersih di sekitar tempat penjualan dan menghindari batu dan bersin di sekitar ikan asap

Staphylococcus aureus dapat membentuk toksin penyebab muntah yang bersifat tahan panas. Tangan dan rongga hidung adalah sumber s. Aureus terbesar sehingga hindari kebiasaan buruk seperti memegang hidung, batuk dan menggaruk wajah saat mengolah
keracunan oleh s. Aureus kebanyakan terjadi pada makanan yang telah dimasak, karena bakteri lain yang dapat menghambat pertumbuhannya sudah berkurang (mati oleh pemasakan). Bakteri ini ada di mana-mana (udara, debu, air, dll) dan flora normal pada berbagai bagian tubuh manusia terutama pada kulit, hidung dan mulut sehingga sangat mudah merekontaminasi makanan yang sudah dimasak .

Bakteri ini memproduksi toksin (enterotoksin) yang bersifat stabil terhadap pemanasan (termostabil), tahan terhadap aktivitas pemecahan oleh enzim-enzim pencernaan, dan relatif resisten terhadap pengeringan. Selain enterotoksin, dia juga memproduksi hemolisin (toksin yang dapat merusak dan memecah sel-sel darah merah). Substrat yang baik untuk pertumbuhan dan produksi enterotoksin ialah substrat atau makanan yang mengandung protein seperti daging, ikan, susu dan produk olahannya. Sementara itu keberadaan bakteri s.aureus dan toksin yang dihasilkan pada makanan tidak dapat dideteksi secara visual karena tidak menimbulkan perubahan yang nyata pada makanan.

Jika makanan yang mengandung enterotoksin masuk ke dalam saluran pencernaan dan mencapai usus halus, toksin akan merusak dinding usus halus. Keracunan makanan oleh enterotoksin memiliki masa inkubasi yang pendek (hanya beberapa jam) dengan gejala-gejala mual, sakit perut, muntah-muntah mendadak, dan diare, tanpa diikuti demam. Muntah-muntah dapat terjadi tanpa diare dan sebaliknya diare dapat terjadi tanpa muntah-muntah. Gejala lain yang sering menyertai ialah sakit kepala, kejang otot perut, kulit dingin dan penurunan tekanan darah.

beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan produksi komersial kelinci sebagai sumber protein. Konsumen memilih daging kelinci untuk dikonsumsi karena kandungan kolesterol dan lemaknya yang rendah. Disamping itu, kelinci juga berperan penting sebagai hewan percobaan dalam penelitian medis maupun sebagai hewan peliharaan (al-mathal, 2008).
Koksidiosis merupakan salah satu penyakit parasitik yang paling sering dan paling umum terjadi, ditandai dengan penurunan berat badan, diare intermiten hingga diare hebat dengan feses mengandung mukus atau darah mengakibatkan dehidrasi dan penurunan perkembangbiakan kelinci (kulišić dkk, 2006). Tercatat sebelas spesies koksidia usus, coecum maupun colon yang memiliki tingkat patogenesitas bervariasi (yakhchali dan tehrani, 2007). Koksidiosis merupakan infeksi protozoa yang menyebabkan gangguan pertumbuhan dan penggunaan nutrisi, hal ini mengakibatkan mortalitas yang signifikan pada kelinci (al-mathal, 2008). Spesies koksidia yang paling penting pada kelinci yaitu eimeria stidae, yang menyerang dan berkembang di sel epitel duktus biliverus hepar kelinci hingga dapat menyebabkan cholestasis dan chirrosis. Koksidiosis merupakan masalah yang umum dan tersebar luas di peternakan komersial maupun penelitian. Koksidiosis penting secara ekonomi dan merupakan penyakit pada kelinci muda, terutama dalam masa pencapaian usia kawin dan tumbuh kembang apabila tingkat sanitasi buruk (yakhchali dan tehrani, 2007).

Pada tanggal 11 november 2008 telah dilakukan euthanasia dan nekropsi terhadap kelinci (oryctolagus cuniculus) jantan umur 2,5 bulan milik bapak warto yang beralamat di dusun padasan pakem sleman jogjakarta. Berdasarkan anamnesa dan survei langsung, diketahui bahwa populasi kelinci 12 ekor, pakan berupa rumput dan kelinci belum pernah diobati. Gejala klinis antara lain kurus yang ditandai dengan costae dan vertebrae tampak menonjol, lemah serta nafsu makan menurun. Tipe kandang berupa kandang panggung terbuat dari bambu dan air minum tidak tersedia di dalam kandang.






B. perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembahasan bacterial streptococcus tersebut, dirumuskan beberapa masalah :
1. Bagaimana cara pamariksaan staphylococcus aureus. Bacterial oleh laboratorium?
2. Penyakit-penyakit yang disebabkan bacterial staphylococcus aureus.
3. Berapa banyak anak berusia 28 hari sampai 60 bulan yang berada di daerah geografis dimana penelitian ini diadakan, yang menderita penyakit infeksi akibat bakteri staphylococcus aureus.


C. tujuan penelitian

Tujuan umum:
1. Mengetahui angka kejadian penyakit pneumokokus invasif (ipd) pad anak berumur 28 hari sampai < 60 bulan di beberapa negara asia yang ikut dalam penelitian
2. Mengatahui distribusi serotype staphylococcus aureus. Di beberapa negara asia yang ikut dalam penelitian

Tujuan khusus:
1. Untuk mengetahui :
o Bentuk bacterial tersebut
o Cara pemeriksaan bacterial tersebut
o Cara penilaian bacterial tersebut
o Alat yang digunakan pada pemeriksaan bacterial tersebut
2. Untuk mengetahui apa sebenarnya penyebab dari bacterial staphylococcus aureus.
3. Untuk mengetahui penyakit apa saja yang dapat disebabkan oleh bacterial staphylococcus aureus.

BAB II

PEMBAHASAN

Domain: bacteria
kingdom: eubacteria
phylum: firmicutes
class: bacilli
order: bacillales
family: staphylococcaceae
genus: staphylococcus
species: s. Aureus
binomial name staphylococcus aureus
rosenbach 1884
Staphylococcus aureus (s. Aureus) adalah bakteri gram positif. S. Aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oc dengan waktu pembelahan 0,47 jam. [1]
S. Aureus termasuk bakteri osmotoleran, yaitu bakteri yang dapat hidup di lingkungan dengan rentang konsentrasi zat terlarut (contohnya garam) yang luas, dan dapat hidup pada konsentrasi nacl sekitar 3 molar.[1] habitat alami s aureus pada manusia adalah di daerah kulit, hidung, mulut, dan usus besar, di mana pada keadaan sistem imun normal, s. Aureus tidak bersifat patogen (mikroflora normal manusia).[1]
S. Aureus merupakan bakteri berbentuk bulat (coccus), yang bila diamati di bawah mikroskop tampak berpasangan, membentuk rantai pendek, atau membentuk kelompok yang tampak seperti tandan buah anggur. Organisme ini gram-positif. Beberapa strain dapat menghasilkan racun protein yang sangat tahan panas, yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia.
hal2 yg hrs diperhatikan dlm identifikasi
Hal hal yg perlu diperhatikan dlm melakukan identifikasi bakteri: - dalam melakukan identifikasi sering kali pasien menolak untuk diperiksa sensitifitasnya terhadap antibiotik mungkin karena alasan biaya. Namun menurut konsensus ahli mikrobiologi, pemeriksaan mikrobiologi klinik harus dilakukan sampai dengan pengujian kepekaan / sensitifitas untuk menghindari resistensi kuman terhadap antibiotik. Pasien yang bandel seringkali menghentikan pengobatan antibiotiknya sebelum obat tersebut habis padahal kelalaian tersebut akan menimbulkan mutasi bakteri yang mengarah kepada resistensi bakteri terhadap antibiotik tertentu. - uji serologi merupakan uji reaksi antara antigen dengan antibodi yang akan menimbulkan aglutinasi. Uji serologi menggunakan antiserum spesifik sehingga sensitifitas atau ketepatan uji serologi relatif tinggi. - pewarnaan basil tahan asam (bta) merupakan uji makroskopik yang memiliki nilai diagnosa yang tinggi karena pemeriksaan tersebut dapat memangkas isolasi bakteri yang akan memakan waktu sampai 8 minggu. - cara pengambilan spesimen harus di perhatikan, contohnya dalam pengambilan sampel darah bukan hanya harus dilakukan secara aseptik untuk menghindari kontaminasi, namun juga harus diperhatikan waktu pengambilannya, karena infeksi bakteri memiliki siklus tertentu. - hati-hati dengan hasil false positive dan false negative. False positif maksudnya dalam sampel seharusnya tidak ditemukan bakteri namun dalam pelaporan / pengerjaan ditemukan bakteri. Hal ini bisa terjadi bila dalam pengerjaan terjadi kontaminasi. False negatif maksudnya dalam sampel seharusnya terdapat bakteri namun dalam pengerjaan / pelaporan tidak ditemukan bakteri. Hal ini bisa terjadi karena kurangnya ketelitian dalam penggunaan ose
Langkah2 dlm identifikasi
Identifikasi dan isolasi bakteri dlm spesimen klinik dr manusia contohnya urin dan cairan dahak. Langkah-langkah dlm melakukan identifikasi yaitu:
1. Pemeriksaan mikroskopik pemeriksaan spesimen menggunakan instrumen mikroskop dgn preparat yg telah dilakukan pewarnaan sesuai dgn keperluan. Pewarnaan sediaan yg sering dilakukan antara lain pewarnaan gram atau pewarnaan spesifik seperti pewarnaan bta (basil tahan asam) menggunakan metode ziehl nelsen atau kinyoun gabbet.
2. Isolasi / penanaman isolasi dikalukan pada media yang sesuai tergantung dari pemeriksaan mikroskopik yang telah dilakukan. Media yang umum dipakai yaitu agar darah, msa (manitol salt agar) dll.
3. Uji biokimia dilakukan untuk melihat aktifitas biokimiawi bakteri dalam media-media yg disediakan. Bakteri akan mensintesis zat-zat kimia tertentu tergantung dgn kemampuannya. Uji biokimia yang digunakan yaitu bontrey pendek, bontrey panjang atau imvic. 4. Uji serologi uji serologi meliputi tes aglutinasi menggunakan plasma koagulasi spesifik, uji katalase dengan indikasi pembentukan gas oksigen, dll.
4. Uji serologi uji serologi meliputi tes aglutinasi menggunakan plasma koagulasi spesifik, uji katalase dengan indikasi pembentukan gas oksigen, dll.
5. Uji kepekaan / sensitivity yaitu tes yang digunakan untuk menguji kepekaan suatu bakteri terhadap antibiotik. Dengan dilakukannya tes ini akan diketahui efektifitas dari beberapa antibiotik yg diujikan utk melihat kemampuannya membunuh bakteri.
6. Uji patogenitas uji kekuatan bakteri dalam menyebabkan penyakit dgn menggunakan hewan percobaan. Dalam uji patogenitas juga termasuk uji toksisitas untuk melihat racun yang dapat dihasilkan oleh bakteri tertentu.
Keracunan makanan staphylococcal (staphyloenterotoxicosis; staphyloenterotoxemia) merupakan nama kondisi yang disebabkan oleh enterotoxin yang diproduksi oleh beberapa strain s. Aureus.
Gejala penyakit ini biasanya terjadi segera setelah infeksi, dan dalam banyak kasus bersifat akut, tergantung pada kerentanan korban terhadap racun, jumlah makanan terkontaminasi yang ditelan, dan kondisi kesehatan korban secara umum. Gejala yang paling umum adalah mual, muntah, retching (seperti muntah tetapi tidak mengeluarkan apa pun), kram perut, dan rasa lemas. Beberapa orang mungkin tidak selalu menunjukkan semua gejala penyakit ini. Dalam kasus-kasus yang lebih parah, dapat terjadi sakit kepala, kram otot, dan perubahan yang nyata pada tekanan darah serta denyut nadi. Proses penyembuhan biasanya memerlukan waktu dua hari, namun, tidak menutup kemungkinan penyembuhan secara total pada kasus-kasus yang parah memerlukan waktu tiga hari atau kadang-kadang lebih.
Dosis infektif—toxin/racun sebanyak kurang dari 1.0 mikrogram dalam makanan yang terkontaminasi dapat menimbuknan gejala keracunan staphylococcal. Tingkat racun ini dicapai apabila populasi s. Aureus lebih dari 100.000 per gram.
Dalam diagnosis keracunan makanan staphylococcal, informasi melalui wawancara dengan korban, serta pengumpulan dan analisa data epidemiologi sangat penting dilakukan. Makanan yang dicurigai harus dikumpulkan dan diperiksa untuk menentukan keberadaan staphylococci. Adanya staphylococci penghasil enterotoxin dalam jumlah cukup besar sudah merupakan bukti yang kuat bahwa makanan tersebut mengandung racun. Pengujian yang paling kuat dalam pengambilan kesimpulan adalah pengujian hubungan antara penyakit dengan makanan tertentu, atau apabila ada lebih dari satu perantara penularan, deteksi racun di dalam sampel makanan. Dalam kasus-kasus di mana makanan mungkin telah diolah untuk membunuh bakteri staphylococci, misalnya dengan pasteurisasi atau pemanasan, pengamatan secara langsung menggunakan mikroskop mungkin berguna dalam diagnosis. Sejumlah metode serologis untuk menentukan kemampuan s. Aureus, yang diisolasi dari makanan, dalam membentuk racun yang menyerang saluran pencernaan, serta metode-metode untuk memisahkan dan mendeteksi racun di dalam makanan telah dikembangkan dan berhasil digunakan untuk membantu diagnosis penyakit tersebut. Phage typing (penentuan strain bakteri dengan menggunakan jenis bakteriofag tertentu) mungkin juga berguna apabila staphylococci yang masih hidup dapat diisolasi dari makanan yang dicurigai, dari korban, dan dari perantara yang dicurigai misalnya pengolah makanan.
Makanan yang sering dicurigai dalam kasus keracunan makanan staphylococcal antara lain daging dan produk daging; daging unggas dan produk telur; salad seperti telur, ikan tuna, kentang, dan macaroni; produk roti seperti kue dengan isi krim, kue krim, dan chocolate éclairs ; roti isi; dan susu dan produk susu. Makanan yang memerlukan banyak penanganan selama penyiapannya dan yang disimpan dalam suhu yang sedikit lebih tinggi setelah dimasak sering menjadi penyebab kasus keracunan makanan staphylococcal.
Staphylococci ada di udara, debu, air buangan, air, susu, dan makanan atau pada peralatan makan, permukaan-permukaan di lingkungan, manusia, dan hewan. Manusia dan hewan merupakan sumber utama infeksi. Staphylococci ada pada saluran hidung dan tenggorokan dan pada rambut dan kulit dari 50% atau lebih individu yang sehat. Tingkat keberadaan bakteri ini bahkan lebih tinggi pada mereka yang berhubungan dengan individu yang sakit dan lingkungan rumah sakit. Walaupun pengolah makanan merupakan sumber utama kontaminasi dalam kasus-kasus keracunan makanan, peralatan dan permukaan lingkungan dapat juga menjadi sumber kontaminasi oleh s. Aureus. Keracunan pada manusia disebabkan oleh konsumsi enterotoxin yang dihasilkan oleh beberapa strain s. Aureus di dalam makanan , biasanya karena makanan tersebut tidak disimpan pada suhu yang cukup tinggi (60°c, atau lebih) atau cukup dingin (7.2°c, atau kurang).
Pewarnaan bakteri

tujuan: - untuk melihat bentuk dan strktur bakteri

didentifikasi dengan pewarnaan gram, uji parsial dan sekuensing gen 16s rrna. Hasil isolasi diperoleh 138 isolat bakteri masing-masing 70 isolat endofit dan 68 ... Pewarnaan gram dari ke enam isolat terbaik. Isolat sab e-8, sab e-35 dan sab e-. 40 dari hasil pewarnaan gram merupakan bakteri gram negatif. Bakteri streptococcus pneumonia bakteri gram positif diarahkan ke kelompok bacillus dengan melakukan uji parsial. Yang meliputi pewarnaan gram, endospora dan katalase.

Hasil hal yang perlu diperhatikan
- objec glass harus bersih dan bebas lemak
- umur biakan: 18-24 jam, kecuali mycobacterium tuberculosis, bila lebih dari 24 jam

Struktur dan bentuk dapat berubah
- kualitas zat warna
- tebal tipis sediaan

cara membuat sediaan
1. Siapkan object glass bersih
2. Tetes kan larutan nacl 0,9%, tambahkan biakan bakteri
3. Ratakan setipis mungkin membentuk lingkaran
4. Biarkan sediaan mongering diudara (jauh diatas api)
5. Fiksasi (lewatkan diatas api) 3 kali →mematikan, merekatkan bakteri

cara membuat sediaan hapus

1. Siapkan object glass bersih
2. Teteskan suspensi bakteri dengan ose pada ping gir sudut object glass
3. Teteskan zat warna negrosin (tinta cina) pada sisi sudut lain
4. Campurdan apuskan (ratakan dengan object glass lain)
5. Keringkan dan fiksasi

macam-macam pewarnaan

1. Pewarnaan negative
- bakteri tidak diwarnai, tapi mewarnai latar belakang
- ditujukan untuk bakteri yang sulit diwarnai, seperti spirochaeta
2. Pewarnaan sedehana
- menggunakan satu macam zat warna (biru metilen/air fukhsin)
- tujuan hanya untuk melihat bentuk sel
3. Pewarnaan diferensial
- menggunakan lebih dari satu macam zat warna
- tujuan untuk membedakan antar bakteri
- contoh: pw. Gram, pw. Bakteri tahan asam
4. Pewarnaan khusus
- untuk mewarnai struktur khusus/tertentu dari bakteri→ kapsul, spora, flagel dll
Cara pewarnaan negative
- Sediaan hapus → teteskan emersi → lihat dimikroskop
- Cara pewarnaan sederhana
- - sediaan → teteskan zat warna, biarkan selama 2 menit → cuci (bilas dengan air mengalir) → keringkan dg kertas saring → teteskan emersi → mikroskop
- Cara pewarnaan gram
- - sediaan → teteskan gentian violet 5 menit → cuci → teteskan lugol 1 menit →
- Cuci → celupkan kedalam alkohol 96% 30 detik → cuci → teteskan air fukhsin 2 menit → cuci → keringkan dg ketas saring → emersi → mikroskop
- - hasil : gram + ungu, gram – merah
- Cara pewarnaan tahan asam (pew. Ziehl-nelson)
- - sediaan → teteskan karbol fukhsin → panaskan 5 menit ~ keluar uap → cuci → teteskan h2so4 5% 2 detik → cuci d alcohol 60% → cuci dg air → teteskan metil biru 2 menit → cuci → keringkan → emersi → mikroskop
- hasil: bakteri tahan asam merah, tidak tahan asam biru
- prinsip: bakteri tahan asam mempertahankan warna merah setelah diberi h2so4

Staphylococcus adalah bakteri coccus gram positif, memiliki diameter sekitar 1 μm, yang cenderung muncul bergerombol menyerupai seikat anggur. Nama staphylococcus berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari kata staphyle dan kokkos, yang masing-masing berarti ’seikat anggur’ dan ’buah berry’. Kurang lebih terdapat 30 spesies staphylococcus secara komensal terdapat di kulit dan membran mukosa; beberapa diantaranya dapat bersifat patogen oportunis menyebabkan infeksi pyogenik (quinn dkk, 2002).

Staphylococcus bersifat anaerobik fakultatif yang dapat tumbuh secara aerobik maupun fermentasi yang menghasilkan asam laktat. Staphylococcus aureus membentuk koloni berwarna kuning yang agak besar pada media yang diperkaya dan bersifat hemolitik pada agar darah. S. Aureus dapat tumbuh pada temperatur antara 150 – 450c dan pada nacl 15%, mampu memfermentasi mannitol, serta mampu memfermentasi glukosa menghasilkan asam laktat (todar, 2005). Staphylococcus merupakan bakteri non motil, tidak membentuk spora, serta menunjukkan hasil positif pada uji katalase dan oksidase negatif (quinn dkk, 2002; todar, 2005).
Uji katalase penting untuk membedakan streptococcus (katalase negatif) dengan staphylococcus yang menghasilkan enzim katalase (katalase positif) (foster, 2004; todar, 2005). Uji katalase dilakukan dengan menambahkan h2o2 3% ke dalam koloni pada plat agar atau agar miring. Pada kultur yang menunjukkan katalase positif akan terbentuk o2 dan gelembung udara (todar, 2005).
Staphylococcus aureus dan s. Intermedius adalah koagulase positif, sedangkan staphylococcus yang lain merupakan koagulase negatif (foster, 2004).

dalam uji koagulase, suspensi staphylococcus dicampur dengan plasma kelinci baik pada slide maupun di dalam tabung. Fibrinogen pada plasma kelinci diubah menjadi fibrin oleh koagulase. Uji slide mendeteksi adanya bound coagulase atau clumping factor pada permukaan bakteri, reaksi positif ditandai dengan penggumpalan oleh bakteri dalam 1 sampai 2 menit. Uji tabung untuk mendeteksi adanya free coagulase atau staphylocoagulase yang disekresikan oleh bakteri ke dalam plasma. Uji ini merupakan uji definitif terhadap produksi koagulase dan reaksi positif ditandai dengan terbentuknya gumpalan di dalam tabung setelah diinkubasi dalam suhu 370c selama 24 jam (quinn dkk, 2002). Koagulase merupakan protein ekstraseluler yang mengikat prothrombin hospes dan membentuk komplek yang disebut staphylothrombin. Karakteristik aktifitas protease pada thrombin diaktifasi dalam komplek tersebut, menghasilkan konversi fibrinogen menjadi fibrin. Koagulase merupakan cara sederhana untuk mengidentifikasi s. Aureus di laboratorium klinis mikrobiologi (todar 2005).

Mannitol salt agar atau msa umum digunakan sebagai media pertumbuhan dalam mikrobiologi. Msa mengandung konsentrasi garam nacl yang tinggi (7,5% – 10%), sehingga membuat msa menjadi media selektif untuk micrococcaceae dan staphylococcus karena tingkat nacl yang tinggi menghambat bakteri yang lain. Msa juga merupakan media differensial yang mengandung mannitol dan indikator phenol red. Produksi asam sebagai hasil dari fermentasi mannitol, yang merupakan ciri-ciri beberapa spesies seperti staphylococcus aureus, akan mengubah warna agar yang semula berwarna merah menjadi kuning. Bakteri yang memfermentasi mannitol menghasilkan koloni berwarna kuning sedangkan non fermentasi mannitol akan menghasilkan koloni kemerahan atau ungu (anonim4, 2007).

S. Aureus memiliki beberapa potensi faktor virulensi; protein permukaan yang menyebabkan kolonisasi pada jaringan hospes; invasin yang mengakibatkan bakteri menyebar dalam jaringan (leukocidin, kinase, hyaluronidase); faktor permukaan yang menghambat proses fagositosis (kapsula, protein a); materi biokemis yang meningkatkan ketahanan bakteri terhadap fagositosis (karotenoid, produksi katalase); penyamaran imunologi (protein a, koagulase, clotting factor); toksin perusak membran yang melisiskan membran sel eukariotik (hemolisin, leukotoksin, leukocidin); eksotoksin yang merusak jaringan hospes atau menimbulkan gejala penyakit (superantigen enterotoksin a-g , toxic shock syndrome toxin, exfoliatin toxin); serta sifat ketahanan bawaan maupun perolehan terhadap agen antimikrobial (todar, 2005).
Staphylococcus aureus menyebabkan radang suppuratif pada kelinci (harcourt-brown, 2002). abdel-gwad dkk (2004) menambahkan bentuk septikemia akut sering terjadi pada anak kelinci yang baru lahir dan dapat menimbulkan lesi yang beragam dari sedikit dan nonspesifik hingga suppuratif dan multifokal pada berbagai organ, termasuk pulmo, ren, lien, cor dan hepar. organisme diisolasi dari bagian yang terinfeksi. organisme ini juga dapat menyebabkan septicaemia fatal. seperti p. multocida, kelinci sehat dapat membawa s. aureus dalam cavum nasal, serta dapat diisolasi dari konjungtiva dan kulit kelinci sehat. s. aureus dapat diisolasi dari kasus mastitis, ulserasi pododermatitis, rhinitis, konjungtivitis, dacryocystitis, abses dan infeksi kulit. sering menjadi infeksi sekunder dalam kerusakan jaringan akibat trauma atau faktor predisposisi lainnya. tingkat keparahan penyakit tergantung pada ketahanan tubuh hospes dan faktor virulensi bakteri (delong dan manning dalam harcourt-brown, 2002).
patogenesis staphylococcosis pada kelinci telah digambarkan oleh richard dalam abdel-gwad (2004) yaitu staphylococcus aureus mungkin tinggal dalam sinus nasal atau pulmo dan dapat menyebar melalui kontak langsung atau aerosol. infeksi melalui luka pada kulit merupakan rute infeksi yang umum dan menimbulkan radang suppuratif pada kulit dan subkutan. septikemia juga dapat ditimbulkan dari infeksi kulit, dan pada kasus septikemia akut mungkin akan terjadi demam, anoreksia, depresi dan kematian. septikemia dapat mengakibatkab kematian perakut dengan lesi yang sedikit dan tidak spesifik, akan tetapi apabila kelinci bertahan pada fase ini akan terbentuk abses di beberapa organ dalam seperti cor, ginjal, pulmo, hepar, lien, testes dan persendian mengakibatkan osteomylitis.

isolasi dan identifikasi
pada kondisi suppuratif yang kemungkinan karena infeksi staphylococccus harus diperhatikan dan dikoleksi spesimen yang tepat berupa eksudat untuk prosedur pemeriksaan laboratorik. pengecatan gram apus nanah atau spesimen lain yang memungkinkan dapat mengungkap jenis kelompok staphylococcus. spesimen dikultur pada media agar darah kemudian diinkubasi secara aerobik pada suhu 370c selama 24 sampai 48 jam. kriteria untuk mengidentifikasi isolat antara lain; karakteristik koloni, ada atau tidaknya kemampuan hemolisa, tidak tumbuh pada agar macconkey, memproduksi katalase dan koagulase serta profil biokemisnya (quinn, 2002). menurut ajuwape dan aregbesola (2001), isolat dapat diuji biokemis sesuai metode standar dengan uji gula-gula seperti; glukosa, mannitol, maltosa, laktosa, sukrosa, dulcitol, sorbitol, xylose dan trehalose
media pemeriksaan
peralatan yang digunakan meliputi alat euthanasia dan nekropsi hewan serta pemeriksaan mikroskopis laboratorium yang terdiri atas; gunting, scalpel, pinset, pisau, dan gunting tulang, container sample, deck glass, eppendorf, sarung tangan, masker, cawan petri, obyek glass, double obyek glass, nampan plastik, beker glass, spuit, tabung reaksi, sentrifus, magnet stirer, mikroskop, pipet leukosit, pipet eritrosit, pipet hb, kamar hitung neurbauer, mikrohematokrit, refraktometer, spektrofotometer, penangas air, usa, dan lampu spritus.
hewan yang digunakan adalah kelinci jantan umur 2,5 bulan dengan nomor protokol e 114. bahan yang digunakan berupa edta, methanol, giemza, formalin 10%, nacl jenuh, nacl fisiologis, gula jenuh, kalium bikromat 2%, akuades, minyak emersi, reagen turk, plat agar darah, manitol salt agar, plasma kelinci, kaldu bhi, hidrogen peroksida 3 %, gentian violet, lugol, alkohol 95%, air fuchsin.

pemeriksaan laboratorium mikrobiologi
berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi, dari hepar kelinci dengan nomor protokol e 114 dapat diisolasi staphylococcus aureus.
adanya respon terhadap radang yang mengakibatkan meningkatnya fibrinogen dalam darah. pada kasus ini, terjadi leukopenia, limfopenia, neutropenia dan basopenia. leukopenia berhubungan dengan adanya neutropenia. terjadinya neutropenia dan basopenia dalam kasus ini dapat dihubungkan dengan adanya infeksi staphylococcus aureus, dimana bakteri tersebut mampu menghasilkan leukosidin yaitu substansi yang dapat membunuh dan pada beberapa kasus melisiskan leukosit polimorfonuklear (burrows, 1956). sedangkan limfopenia dalam kasus ini dapat berhubungan dengan adanya koksidiosis, hal ini didasarkan pada kulišić dkk (2006) yang melaporkan bahwa terjadi penurunan yang signifikan jumlah limfosit dalam sirkulasi darah pada kelinci yang menderita koksidiosis. penurunan ini dikarenakan adanya kerusakan pada jaringan limfatik yang menyelimuti usus akibat koksidia (kulišić dkk, 2006). peningkatan aktifitas enzim serum glutamic pyruvic transaminase (sgpt) dalam kasus ini berhubungan dengan adanya gangguan pada hepar yang diakibatkan oleh koksidiosis hepatik karena eimeria steidae. koksidiosis hepatik karena eimeria steidae merupakan penyebab meningkatnya konsentrasi sgpt dalam darah (harcourt-brown, 2002). peningkatan ureum dalam darah telah dilaporkan oleh licois dkk dalam harcourt-brown (2002) terjadi pada kelinci yang diinduksi koksidiosis secara eksperimental. penulis menduga peningkatan urea disebabkan adanya katabolisme nitrogen intensif selama penurunan berat badan akibat infeksi koksidia. disamping itu, kurangnya air minum dapat mengakibatkan dehidrasi sehingga urea dalam darah meningkat (harcourt-brown, 2002). melalui uji benzidine terhadap feses dapat diketahui bahwa terdapat darah dalam feses. hal ini mengindikasikan adanya perdarahan pada saluran gastrointestinal yang pada kasus ini kemungkinan dapat disebabkan oleh koksidia intestinal.
pada pemeriksaan mikrobiologi dilakukan dengan mengisolasi bakteri dari sampel berupa lesi pada hepar. media primer yang digunakan berupa plat agar darah (pad). dari beberapa macam koloni yang tumbuh, dipilih koloni yang mengarah pada staphylococcus aureus. menurut carter and wise (2003), staphylococcus aureus memiliki koloni berbentuk sirkuler dengan diameter 2-3 mm, berwarna putih opak atau kekuningan. koloni dimurnikan lagi hingga diperoleh satu macam koloni yang terpisah. kemudian dilakukan pengecatan gram dan didapatkan hasil bakteri berbentuk coccus, tercat ungu dan bergerombol menyerupai anggur. sehingga diketahui bakteri tersebut merupakan bakteri coccuc dan termasuk gram positif. setelah itu dilakukan uji katalase dengan cara mencampur biakan dengan tetesan hidrogen peroksida 3%. staphylococcus menghasilkan enzim katalase (katalase positif) (foster, 2004; todar, 2005). pada kultur yang menunjukkan katalase positif akan terbentuk o2 dan gelembung udara (todar, 2005). dari hasil uji katalase didapatkan hasil positif denganterbentuknya gelembung-gelembung, hal ini menandakan bahwa bakteri mampu menghasilkan enzim katalase. selanjutnya dilakukan uji koagulase untuk mengetahui produksi dua macam enzim koagulase yaitu free coagulase dengan uji tabung dan bound coagulase (clumping factor) dengan uji slide. dari kedua uji tersebut didapatkan hasil positif, hal ini menunjukan bahwa bakteri memiliki bound coagulase (clumping factor) pada permukaan bakteri dan mampu menghasilkan staphylocoagulase (quinn dkk, 2002). setelah itu dilakukan penanaman pada media mannitol salt agar (msa) dan didapatkan hasil bakteri mampu tumbuh dan memfermentasi mannitol yang ditandai dengan warna koloni dan media berwarna kuning. hal ini menunjukan bahwa bakteri mampu menggunakan mannitol sebagai sumber nutrisi dan dihasilkan asam sebagai produk akhirnya. adanya asam yang dihasilkan dari fermentasi mannitol tersebut menyebabkan indikator phenol red berubah menjadi kuning (anonim5, 2008). pada uji gula-gula dengan media glukosa, sukrosa, laktosa dan maltosa, didapatkan hasil media berubah menjadi kekuningan. hal ini menunjukkan bahwa bakteri mampu memfermentasi gula-gula. ajuwape dan aregbesola (2001) melaporkan bahwa isolat staphylococcus aureus dari 108 ekor kelinci tercatat 100% positif memfermentasi glukosa, mannitol dan sukrosa; 98,1% memfermentasi maltosa serta 89,8% memfermentasi laktosa. berdasarkan pemeriksaan gram positif, berbentuk coccus, koloni bergerombol menyerupai anggur, katalase positif dan koagulase positif serta mampu memfermentasi mannitol juga gula-gula (glukosa, sukrosa, laktosa dan maltosa), bakteri tersebut memiliki sifat karakteristik staphylococcus aureus (ajuwape dan aregbesola, 2001; foster, 2004; todar, 2005). maka dapat disimpulkan bahwa bakteri yang terisolasi dari hepar kelinci e 114 adalah staphylococcus aureus.
pada kasus ini, keberadaan staphylococcus aureus dalam hepar menunjukkan adanya bakteremia dengan saluran respirasi bagian atas sebagai jalan masuknya. sanitasi kandang dan manajemen pemeliharaan yang kurang baik menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi staphylococcus aureus. wilber (1999) menyatakan bahwa transmisi s. aureus dapat terjadi melalui kontak langsung melalui aerosol, pada hewan karier membawa organisme di dalam saluran respirasi bagian atas dan adanya luka pada kulit. abdel- gwad (2004) menambahkan bahwa secara normal s.aureus dapat diisolasi dari saluran respiratori bagian atas pada kelinci sehat. pada pemeriksaan makroskopik hepar didapatkan lesi berupa abses. abdel-gwad dkk (2004) melaporkan bahwa pada kelinci yang terinfeksi s.aureus, teramati adanya lesi berupa abses pada organ dalam seperti pulmo, hepar, jantung, ginjal, lien, testes dan persendian. pada pemeriksaan mikroskopik hepar didapatkan adanya foki nekrotik di parenkim, menurut wilber (1999) pemeriksaan histopatologi organ yang terinfeksi akan terlihat adanya lesi berupa fokal nekrotik suppuratif dengan koloni coccus.





staphylococci (staph) are gram-positive spherical bacteria that occur in microscopic clusters resembling grapes. bacteriological culture of the nose and skin of normal humans invariably yields staphylococci. in 1884, rosenbach described the two pigmented colony types of staphylococci and proposed the appropriate nomenclature: staphylococcus aureus (yellow) and staphylococcus albus (white). the latter species is now named staphylococcus epidermidis. although more than 20 species of staphylococcus are described in bergey's manual (2001), only staphylococcus aureus and staphylococcus epidermidis are significant in their interactions with humans. s. aureus colonizes mainly the nasal passages, but it may be found regularly in most other anatomical locales, including the skin, oral cavity and gastrointestinal tract. s epidermidis is an inhabitant of the skin.


taxonomically, the genus staphylococcus is in the bacterial family staphylococcaceae, which includes three lesser known genera, gamella, macrococcus and salinicoccus. the best-known of its nearby phylogenetic relatives are the members of the genus bacillus in the family bacillaceae, which is on the same level as the family staphylococcaceae. the listeriaceae are also a nearby family.

staphylococcus aureus forms a fairly large yellow colony on rich medium; s. epidermidis has a relatively small white colony. s. aureus is often hemolytic on blood agar; s. epidermidis is non hemolytic. staphylococci are facultative anaerobes that grow by aerobic respiration or by fermentation that yields principally lactic acid. the bacteria are catalase-positive and oxidase-negative. s. aureus can grow at a temperature range of 15 to 45 degrees and at nacl concentrations as high as 15 percent. nearly all strains of s. aureus produce the enzyme coagulase: nearly all strains of s. epidermidis lack this enzyme. s. aureus should always be considered a potential pathogen; most strains of s. epidermidis are nonpathogenic and may even play a protective role in humans as normal flora. staphylococcus epidermidis may be a pathogen in the hospital environment.

staphylococci are perfectly spherical cells about 1 micrometer in diameter. the staphylococci grow in clusters because the cells divide successively in three perpendicular planes with the sister cells remaining attached to one another following each successive division. since the exact point of attachment of sister cells may not be within the divisional plane, and the cells may change position slightly while remaining attached, the result is formation of an irregular cluster of cells.

the shape and configuration of the gram-positive cocci helps to distinguish staphylococci from streptococci. streptococci are slightly oblong cells that usually grow in chains because they divide in one plane only, similar to a bacillus. without a microscope, the catalase test is important in distinguishing streptococci (catalase-negative) from staphylococci, which are vigorous catalase-producers. the test is performed by adding 3% hydrogen peroxide to a colony on an agar plate or slant. catalase-positive cultures produce o2 and bubble at once. the test should not be done on blood agar because blood itself contains catalase.




BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
staphylococcus sp. adalah bakteri kelompok gram positif yang memiliki bentuk coccus atau berbentuk bulat. staphylococcus sp. kebanyakan adalah mikroflora yang normal hidup pada manusia. sering ditemukan di kulit dan selaput mukosa seperti usus & mulut. spesies yg sering dijumpai: 1. staphylococcus aureus 2. staphylococcus epidermis / epidermidis 3. staphylococcus safropitis / safrofitidis suhu optimum pertumbuhan 35-37°c suhu minimum pertumbuhan 10°c suhu maksimum pertumbuhan 42°c suhu lethal 62°c 30-60 menit suhu lethal 72°c 15 menit perbedaan berdasarkan perubahan warna koloni pada media agar darah - s. aureus = kuning emas - s. albus = putih - s. citrus = kuning sitrus tahan garam 7-10%, seringkali staphylococcus aureus ditemukan pada ikan asin yang kurang asin, karena kemampuannya untuk hidup dalam suasana asin atau konsentrasi garam yang tinggi. diameter koloni 2-3mm / 24 jam. diameter koloni 7mm / 2-3x24 jam dapat melisiskan eritrosit dengan toksin hemolysin.
cara penularan staphylococcus 1. droplet 2. udara 3. keracunan makanan = toksin enterotoksik karena sifat komensal staphylococcus, maka ia mudah untuk menginfeksi. salah satu gejala infeksi staphylococcus berupa kemerahan pada kulit atau pyoderma enterotoksin yang dihasilkan oleh staphylococcus memiliki dosis toksik sebesar 10ug/ml. keracunan yang terjadi karena enterotoksin disebut intoksikasi. enterotoksin menyerang ssp. gejala yang sering timbul yaitu mata kunang-kunang, pegal pada tangan dan kaki, lunglai dll. patogenitas 1. infeksi permukaan : - bisul (furunkel sampai karbunkel) - jerawat/acne - korengan - paranochya - hordeoleum - mastitis puerpuralis - pemfigus 2. infeksi organ dalam: - endocarditis - osteomyelitis - arthritis - infeksi ginjal - infeksi paru-paru - infeksi saluran kemih produk-produk ekstraseluler staphylococcus aureus: 1. leukosidin 2. koagulase 3. streptokinase 4. hemolisin 5. lipase 6. hialuronidase 7. glikopeptida

Saran

terima kasih telah membaca makalah ini,penulis harap setelah membaca makalah ini pembaca dapat menjaga kesehatan agar terbebas dari berbagai penyakit yang dapat mamatikan organ tubuh manusia

askep iv dan sc

TUGAS KDM

Tentang

“Pemberian Obat Melalui Via Intravena dan Subcutan”

\
Disusun Oleh :

1. Kelompok II
2. Emiliya rosa
3. Handoko saputra
4. Harry okta saputra
5. Hidayah febrini
6. Janestio pranata
7. Juwita oktonovia
8. Kopri saldi
9. Kristy wahyuni
10. Lesi.m.
11. Meki rodial
12. Meli darmansyah
13. Mella silvia rosa

Dosen Pembimbing :
YEFRIZAL,S.Kep




AKADEMI KEPERAWATAN (AKPER)
YAYASAN BINA INSANI SAKTI KERINCI
TAHUN AKADEMIK 2009-2010
1. Pembersian Obat via Jaringan subkutan (hypodermal).

Injeksi di bawah kulit dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak merangsang dan melarut baik dalam air atau minyak. Efeknya tidak secepat injeksi intramuscular atau intravena. Mudah dilakukan sendiri, misalnya insulin pada penyakit gula.
Tempat yang paling tepat untuk melakukan injeksi subkutan meliputi area vaskular di sekitar bagian luar lengan atas, abdomen dari batas bawah kosta sampai krista iliaka, dan bagian anterior paha. Tempat yang paling sering direkomendasikan untuk injeksi heparin ialah abdomen. Tempat yang lain meliputi daerah scapula di punggung atas dan daerah ventral atas atau gloteus dorsal. Tempat yang dipilih ini harus bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, dan otot atau saraf besar dibawahnya.
Obat yang diberikan melalui rute SC hanya obat dosis kecil yang larut dalam air (0,5 sampai 1 ml). Jaringan SC sensitif terhadap larutan yang mengiritasi dan obat dalam volume besar. Kumpulan obat dalam jaringan dapat menimbulkan abses steril yang tak tampak seperti gumpalan yang mengeras dan nyeri di bawah kulit.

Tujuan Injeksi
Pada umumnya Injeksi dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat proses penyerapan (absorbsi) obat untuk mendapatkan efek obat yang cepat.

Alat dan bahan :

1. Daftar buku obat / catatan, jadual pemberian obat
2. Obat dalam tempatnya
3. Spuit insulin
4. Kapas alcohol dalam tempatnya
5. Cairan pelarut
6. Bak injeksi
7. Bengkok
8. Perlak dan alasnya


Prosedur Kerja:

1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Bebaskan daerah yang akan disuntik, jika menggunakan baju lengan panjang buka dan ke ataskan
4. Pasang perlak atau pengalas di bawah bagian yang akan disuntik
5. Ambil obat untuk dalam tempatnya sesuai dosis yang akan diberikan
setelah itu tempatkan pada bak injeksi
6. Desinfeksi dengan kapas alcohol pada daerah yang akan dilakukan
Suntikan
7. Tegangkan dengan tangan kiri ( daerah yang akan dilakukan suntikan subkutan)
8. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan sudut 45 derajat dengan permukaan kulit.
9. Lakukan aspirasi, bila tidak ada darah semprotkan obat perlahan-lahan hingga habis.
10. Tarik spuit dan tahan dengan kapas alcohol dan spuit yang telah dipakai masukkan kedalam bengkok.
11. Catat reaksi pemberian dan catat hasil pemberina obat / test obat, tanggal, waktu, dan jenis obat.
12. Cuci tangan




2. Pemberian Obat Intravena

Injeksi dalam pembuluh darah menghasilkan efek tercepat dalam waktu 18 detik, yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan. Tetapi, lama kerja obat biasanya hanya singkat. Cara ini digunakan untuk mencapai penakaran yang tepat dan dapat dipercaya, atau efek yang sangat cepat dan kuat. Tidak untuk obat yang tak larut dalam air atau menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah.
Bahaya injeksi intravena adalah dapat mengakibatkan terganggunya zat-zat koloid darah dengan reaksi hebat, karena dengan cara ini “benda asing” langsung dimasukkan ke dalam sirkulasi, misalnya tekanan darah mendadak turun dan timbulnya shock. Bahaya ini lebih besar bila injeksi dilakukan terlalu cepat, sehingga kadar obat setempat dalam darah meningkat terlalu pesat. Oleh karena itu, setiap injeksi i.v sebaiknya dilakukan amat perlahan, antara 50-70 detik lamanya.

Tujuan Injeksi
Pada umumnya Injeksi dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat proses penyerapan (absorbsi) obat untuk mendapatkan efek obat yang cepat.

Tujuan Injeksi
Pada umumnya Injeksi dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat proses penyerapan (absorbsi) obat untuk mendapatkan efek obat yang cepat.
2.1 Pemberian Obat Intravena Langsung

Cara Pemberian obat melalui vena secara langsung, diantaranya vena mediana cubiti / cephalika ( lengan ), vena saphenosus ( tungkai ), vena jugularis ( leher ), vena frontalis / temporalis ( kepala ), yang bertujuan agar reaksi cepat dan langsung masuk pada pembuluh darah.

Alat dan bahan :

1. Daftar buku obat / catatan, jadual pemberian obat
2. Obat dalam tempatnya
3. Spuit 1 cc / spuit insulin
4. Kapas alcohol dalam tempatnya
5. Cairan pelarut
6. Bak steril dilapisi kasa steril ( tempat spuit )
7. Bengkok
8. Perlak dan alasnya
9. Karet pembendung

Prosedur Kerja:

1. Cuci tangan.
2. Jelaskan Prosedur yang akan dilakukan
3. Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan baju lengan panjang buka dan keataskan
4. Ambil obat dalam tempatnya denyan spuit sesuai dengan dosis yang akan disuntikkan. Apabila obat berada ddalam sediaan bubuk, maka larutkan dengan larutan pelarut (aquades)
5. Pasang perlak atau pengalas dibawah bagian vena yang akan disuntik
6. Kemudian tempatkan obat yang telah diambil pada bak injeksi
7. Desinfeksi dengan kapas alcohol
8. Lakukan pengkatan dengan karet pembendung (Tourniquet) pada bagian atas daerah yang akan dilakukan pemberian obat atau tegangkan dengan tangan, minta bantuan atau membendung diatas vena yang akan dilakukan penyuntikan.
9. Ambil spuit yang berisi obat
10. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan memasukkan ke pembuluh darah
11. Lakukan aspirasi bila sudah ada darah lepaskan karet pembendung dan langsung semprotkan obat hingga habis.
12. Setelah selesai, ambil spuit dengan menarik dan lakukan penekanan pada daerah penusukan dengan penusukan dengan kapas alcohol, dan spuit yang telah digunakan letakkan kedalam bengkok
13. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat
14. Cuci tangan


2.2.Pemberian Obat Intravena Tidak Langsung ( via Wadah )

Merupakan cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukkan obat kedalam wadah cairan intravena yang bertujuan untuk meminimalkan efek samping dan mempertahankan kadar terapeustik dalam darah.

Alat dan bahan :

1. Spuit dan jarum sesuai dengan ukuran
2. Obat dalam tempatnya
3. Wadah cairan ( kantong / botol )
4. Kapas alcohol dalam tempatnya

Prosedur Kerja :

1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan baju lengan panjang buka dan ke ataskan
4. Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantong
5. Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran.
6. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian tengah dan masukkan obat perlahan-lahan ke dalam kantong / wadah cairan.
7. Setelah selesai tarik spuit dan campur dengan membalikkan kantong cairan dengan perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung lain.
8. Periksa kecepatan infus.
9. Cuci tangan
10. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat



2.3 Pemberian Obat Intravena Melalui Selang

Alat dan bahan :

1. Spuit dan jarum sesuai ukuran
2. Obat dalam tempatnya
3. Selang intravena
4. Kapas alcohol

Prosedur Kerja:

1. Cuci tangan
2. Jelakan prosedur yang akan dilakukan
3. Periksa identitas pasien dan ambil obat kemudian masukkan ke dalam spuit.
4. Cari tempat penyuntikan obat pada daerah selang intravena
5. Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran
6. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus
bagian tengah dan masukkan obat perlahan-lahan ke dalam selang intravena.
7. Setelah selesai tarik spuit.
8. Periksa kecepatan infuse dan observasi reaksi obat
9. Cuci tangan
10. Catat obat yang elah diberikan dan dosisnya

Keuntungan dan kerugian iv dan sc
Untuk pemberian larutan volume besar, hanya rute intravena dan subkutan yang secara normal digunakan.
a. Intravena
Keuntungan rute ini adalah (1) jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih banyak dan bahkan bahan tambahan banyak digunakan IV daripada melalui SC, (2) cairan volume besar dapat disuntikkan relatif lebih cepat; (3) efek sistemik dapat segera dicapai; (4) level darah dari obat yang terus-menerus disiapkan, dan (5) kebangkitan secara langsung untuk membuka vena untuk pemberian obat rutin dan menggunakan dalam situasi darurat disiapkan.
Kerugiannya adalah meliputi : (1) gangguan kardiovaskuler dan pulmonar dari peningkatan volume cairan dalam sistem sirkulasi mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam jumlah besar; (2) perkembangan potensial trombophlebitis; (3) kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari kontaminasi larutan atau teknik injeksi septik, dan (4) pembatasan cairan berair.
b.Subkutan
Penyuntikan subkutan (hipodermolisis) menyiapkan sebuah alternatif ketika rute intravena tidak dapat digunakan. Cairan volume besar secara relatif dapat digunakan tetapi injeksi harus diberikan secara lambat. Dibandingkan dengan rute intravena, absorpsinya lebih lambat, lebih nyeri dan tidak menyenangkan, jenis cairan yang digunakan lebih kecil (biasanya dibatasi untuk larutan isotonis) dan lebih terbatas zat tambahannya.

streptococcus pneumia bacterial

BAB I

PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah

Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab utama community-acquired pneumonia, sepsis, bakteremia, dan meningitis pada bayi dan anak. Infeksi saluran nafas akut mengakibatkan 20% mortalitas pada anak < 5 tahun. The World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa Streptococcus pneumoniae menyebabkan kematian 1.612.000/tahun di seluruh dunia, 716.000 diantaranya adalah < 5 tahun. Sekitar 26% kematian terjadi di Asia Pasifik, terutama Asia Tenggara. Angka ini menunjukkan pentingnya intervensi kesehatan, salah satunya dengan pemberian imunisasi. Untuk itu diperlukan pengetahuan tentang epidemiologi pneumokokal secara spesifik di tiap kawasan dan negara untuk membuat imunisasi pneumococcal conjugate. Namun adanya kendala seperti:
- Kesulitan menentukan patognomonik penyakit akibat S. pneumoniae dari gejala klinis
- Prosedur pemeriksaan mikrobiologi tidak secara rutin dilakukan pada pneumococcal bacteremia
- Sulitnya prosedur penentuan diagnosis pneumococcal pneumonia melalui prosedur noninvasif dari paru. Sehingga S. pneumoniae jarang dijumpai sebagai penyebab pneumonia pada anak, walaupun diperkirakan merupakan penyebab utama community-acquired bacterial pneumonia
- Pemberian antibiotik (30-80%) pada anak di negara Asia sebelum evaluasi diagnostik, menyulitkan didapatkannya spesimen yang akurat

Surveilans berbasis rumah sakit mungkin tidak menggambarkan penyakit pneumokokal secara menyeluruh namun memiliki keunggulan dalam:

- identifikasi kasus berat yang masuk ke ruang gawat darurat dan perawatan
menghindari tumpang tindih dengan program surveilans lain pada area tertentu
menentukan tinggi masalah penyakit dibandingkan dengan surveilans berbasis laboratorium yang tidak berbasis populasi dan bersifat pasif

Sepuluh penelitian di Asia, yaitu: 3 penelitian di Hong Kong dan Jepang, 1 penelitian masing-masing di Cina,serta 1 penelitian masing-masing yang sedang berjalan di Korea, Cina, dan Vietnam, dalam menilai maraknya masalah penyakit pneumokokal. Penelitian ini mencakup penilaian terhadap: invasive pneumococcal disease (IPD) (3 penelitian), pneumococcal meningitis (5 penelitian), dan pneumococcal bacteremia (1 penelitian). Insidens IPD pada anak < 5 tahun di Taiwan sebesar 1,26/100.000. Di Hong Kong, insidens IPD yang dirawat di rumah sakit pemerintah adalah 5,1/100.000 untuk usia < 2 tahun dan 2,5/100.000 untuk usia 2-4 tahun, sedangkan berdasarkan data retrospektif surveilans berbasis laboratorium menunjukkan angka yang lebih tinggi, yaitu 18,3/100.000 untuk usia < 2 tahun dan 15,6/100.000 untuk < 5 tahun.

Angka kejadian IPD yang jauh lebih tinggi ditemukan dari penelitian di AS (235/100.000 untuk usia 6-11 bulan, 165/100.000 untuk usia < 12 bulan, dan 203/100.000 untuk usia 12-23 bulan), Kanada (98,6/100.000 untuk usia 6-17 bulan), Australia (98,8/100.000 untuk usia < 2 tahun), dan Argentina (206,6/100.000 untuk suai 2-23 bulan). Hal yang sama terjadi pada kasus-kasus meningitis. Perbedaan ini akibat pada banyak negara, terutama di Asia, pemeriksaan kultur pada anak yang demam/sakit bukan merupakan standar rutin. Oleh karena itu kasus IPD, meningitis, dan bakteremia akibat pneumokokal di Asia dianggap merupakan “the tip of the iceberg phenomenon”

Streptococcus adalah sel gram possitf berbentuk bulat telur atau seperti bola yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit salah satunya adalah pneumonia dan meningitis.mengapa serangan pnemmonia bisa mematikan manusia dan mengapa antibiotic tidak mampu menolong sebagian pasien. Mereka menilai, phemonia bisa mematikan ketika bakteri streptococcus pneumonia mengeluarkan racun yang bisa memicu pendarahan di paru-paru korban. Penderita pneumonia terancam resiko kematian lebih besar apabila mengkonsumsi antibiotik. Penyebabnya, antibiotik membunuh bakteri streptococcus pneumonia dan bakteri tersebut mengeluarkan lebih banyak racun mematikan pneumolysin.pneumonia adalah peradangan paru-paru yang disebabkan oleh bermacam etiologi seperti bakteri, virus, mikoplasma, jamur atau bahan kimia/benda asing yang teraspirasi dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi (ventilation perfusion mismatch). Serangan pneumonia pneumokokus biasanya mendadak, dengan demam, menggigil, dan nyeri pleura yang nyata. Pengobatan pneumonia dapat dilakukan dengan memberikan antibiotic penisilin g atau v atau oral, sedang yang tidak kuat diberi sefalosporin.

Orang yang rentan terkena penyakit pneumonia adalah:

1. Peminum alkohol
2. Perokok
3. Penderita diabetes
4. Penderita gagal jantung
5. Penderita penyakit paru obstruktif menahun
6. Penderita kanker,penerima organ cangkokan
7. Penderita AIDS

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembahasan bacterial streptococcus tersebut, dirumuskan beberapa masalah :
1. Apa yang menyebabkan bacterial streptococcus ini mematikan manusia dan mengapa antibiotic tidak mampu menolong sebagian pasien ?
2. Bagaimana cara pamariksaan bacterial streptococcus oleh laboratorium?
3. Penyakit-penyakit yang disebabkan bacterial streptococcus?
4. Berapa banyak anak berusia 28 hari sampai 60 bulan yang berada di daerah geografis dimana penelitian ini diadakan, yang menderita penyakit infeksi akibat bakteri S. pneumoniae (pneumokokus)?


C. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum:
1. Mengetahui angka kejadian penyakit pneumokokus invasif (IPD) pad anak berumur 28 hari sampai < 60 bulan di beberapa Negara Asia yang ikut dalam penelitian
2. Mengatahui distribusi serotype S. pneumoniae di beberapa negara Asia yang ikut dalam penelitian

Tujuan khusus:
1. untuk mengetahui :
o bentuk bacterial tersebut
o cara pemeriksaan bacterial tersebut
o cara penilaian bacterial tersebut
o alat yang digunakan pada pemeriksaan bacterial tersebut
2. untuk mengetahui apa sebenarnya penyebab dari bacterial streptococcus ini mematikan manusia
3. untuk mengetahui penyakit apa saja yang dapat disebabkan oleh bacterial streptococcus ini
4. Mengetahui kejadian clinical pneumonia dan chest radiograph confirmed pneumonia dengan dan atau tanpa bakteremia.
5. Mengetahui angka kematian penyakit pneumokokus invasif (meningitis, bacteremia, dan septikemia) dan pneumonia.
6. Mengetahui resistensi antibiotik terhadap isolat S. pneumoniae invasive
7. Mengetahui distribusi serotipe isolat S. pneumoniae invasif yang telah resisten terhadap antibiotik
8. Mengetahui gejala sisa neurologik pada meningitis pneumokokus.
9. Mengetahui faktor risiko terjadinya penyakit pneumokokus invasif (umur, jenis kelamin, ras, penitipan anak, perokok pasif, kepadatan hunian, dan adanya penyakit menahun.


Bab II

Pembahasan

Klasifikasi bakteri Streptococcus pneumoniae:

Scientific classification Klasifikasi ilmiah

:Domain: Bacteria Bakteri

Filum: Firmicutes Firmicutes

Kelas: Cocci Kokus

Order: Lactobacillales Lactobacillales

Keluarga: Streptococcaceae Streptococcaceae

Genus: Streptococcus Streptococcus

Spesies: S. pneumoniae S. pneumoniae
Binomial name Nama binomial

Streptococcus pneumoniae Streptococcus pneumoniae
(Klein 1884) (Klein 1884)
Chester 1901 Chester 1901

Streptococcus pneumoniae adalah sel gram possitf berbentuk bulat telur atau seperti bola yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit salah satunya adalah pneumonia.

Pneumonia adalah peradangan paru-paru yang disebabkan oleh bermacam etiologi seperti bakteri, virus, mikoplasma, jamur atau bahan kimia/benda asing yang teraspirasi dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi (ventilation perfusion mismatch). Serangan pneumonia

Pneumokokus biasanya mendadak, dengan demam, menggigil, dan nyeri pleura yang nyata. Pengobatan pneumonia dapat dilakukan dengan memberikan antibiotic penisilin G atau V atau oral, sedang yang tidak kuat diberi sefalosporin.

Streptococcus pneumoniae adalah sel gram positif berbentuk bulat telur atau seperti bola, secara khas terdapat berpasangan atau rantai pendek. Bagian ujung belakang tiap pasangan sel secara khas berbentuk tombak (runcing tumpul), tidak membentuk spora dan tidak bergerak tetapi galur yang ganas berkapsul, menghasilkan α-hemolisis pada agar darah dan akan terlisis oleh garam empedu dan deterjen.

Streptococcus pneumoniae adalah penghuni normal pada saluran pernapasan
bagian atas manusia dan dapat menyebabkan pneumonia, sinusitis, otitis, bronchitis, bakteremia, meningitis, dan proses infeksi lainnya.

Streptococcus pneumoniae (pneumokokus) membentuk koloni bulat kecil,
mula-mula berbentuk kubah dan kemudian timbul lekukan di tengah-tengahnya dengan pinggiran yang meninggi dan α-hemolisis pada agar darah. Pertumbuhan bakteri ditinggikan dengan 5-10% CO2. Energi yang diperoleh kebanyakan dari peragian glukosa yang diikuti oleh pembentukan asam laktat yang cepat, yang
membatasi pertumbuhan.
Biakan pneumokokus mengandung beberapa organisme yang tidak dapat membentuk polisakarida simpai sehingga membentuk koloni kasar tetapi sebagian besar bakteri menghasilkan polisakarida dan membentuk koloni halus. Bentuk kasar.Akan banyak ditemui bila biakan ditumbuhkan pada serum antipolisakarida tipespesifik.Bila suatu tipe pneumokokus yang tidak mempunyai simpai polisakarida ditumbuhkan dalam ekstrak DNA dan tipe pneumokokus yang menghasilkan polisakarida simpai akan terbentuk pneumokokus bersimpai tipe terakhir. Reaksi transformasi yang serupa pernah dilakukan dalam rangka perubahan resistensi obat.Streptococcus pneumoniae atau pneumokokus bisa mengakibatkan infeksi ringan sampai parah pada saluran pernafasan atas dan bawah, dari pertengahan telinga, hidung hingga paru-paru. Infeksi tersebut selanjutnya bisa menyebar keorgan tubuh penting yang lain melalui aliran darah (invasif).

Pneumonia dikelompokkan berdasarkan sejumlah sistem yang berlainan. Salah satu diantaranya adalah berdasarkan cara diperolehnya, dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu "community-acquired" (diperoleh diluar institusi kesehatan) dan "hospitalacquired"(diperoleh di rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya).

Pneumonia yang didapat diluar institusi kesehatan paling sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae. Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih serius karena pada saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh
penderita untuk melawan infeksi seringkali terganggu. Selain itu, kemungkinan
terjadinya infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik lebih besar.

Penularan penyakit ini dapat melalui berbagai cara, antara lain:
1. Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar.
2. Aliran darah, dari infeksi di organ tubuh yang lain.
3. Migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-paru.
4. Menular melalui percikan air ludah

Orang yang rentan terkena penyakit pneumonia adalah:
1. Peminum alkohol
2. Perokok
3. Penderita diabetes
4. Penderita gagal jantung
5. Penderita penyakit paru obstruktif menahun
6. Penderita kanker,penerima organ cangkokan
7. Penderita AIDS

`Serangan pneumonia pneumokokus biasanya mendadak, dengan demam,menggigil, dan nyeri pleura yang nyata. Dahak mirip dengan eksudat alveoli,mengandung darah atau seperti karat. Pada permulaan penyakit, ketika demam tinggi, terdapat bakteremia dalam 10-20% kasus. Sebelum adanya kemoterapi,penyembuhan penyakit dimulai antara hari kelima dan hari kesepuluh karena pada saat itu timbul antibodi tipe spesifik. Angka kematian mencapai 30%, bergantung pada usia dan penyakit yang mendasarinya. Pneumonia yang disertai bekteremia selalu menyebabkan angka kematian yang paling tinggi. Dengan terapi antimikroba,penyakit dapat sembuh dengan cepat, bila diberikan dari awal, timbulnya konsolidasi dapat dihalangi.

Dari saluran pernapasan, pneumokokus dapat mencapai tempat-tempat lain.Sinus-sinus dan telinga tengah paling sering terserang. Infeksi kadang-kadang meluas dari mastoid sampai selaput otak. Bakteremia dari pneumonia mempunyai tiga komplikasi yang hebat yaitu meningitis, endokarditis, dan arthritis septic. Dengan kemoterapi dini jarang terjadi endokarditis pneumokokus akut maupun
arthritis.

Pengobatan pneumonia dilakukan oleh dokter. Pengobatan terhadap kuman diberi suntikan antibiotik misalnya penisilin G ( atau V atau oral ) sedangkan yang tidak tahan diberi sefalosporin. Untuk membunuh virus diberi obat isoprinosin.Selain obat-obatan perlu pula dijaga agar penderita mendapat makanan yang bergizi serta banyak mengandung zat putih telur dan vitamin.Untuk orang-orang yang rentan terhadap pneumonia, latihan bernafas dalam dan terapi untuk membuang dahak, bisa membantu mencegah terjadinya pneumonia. Vaksinasi bisa membantu mencegah beberapa jenis pneumonia pada anak-anak dan orang dewasa yang beresiko tinggi:
• Vaksin pneumokokus (untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus
pneumoniae)
• Vaksin flu
• Vaksin Hib (untuk mencegah pneumonia karena Haemophilus influenzae type
Ciri-Ciri Diplococcus: Mikroskopik: -bentuk coccus - susunan 2-2 (diplo) - kapsul positif - sifat, gram positif - seperti lancet - sel tua bisa memberikan sifat gram negatif Sifat Biakan: Hemodisgesti seperti Streptococcus alpha atau viridans Mudah lisis spontan. Patogenitas: Pneumococcus patogen bila memiliki kapsul. Berdasarkan tipe kapsul yang dimilikinya, dibagi : 1. tipe yang patogen terutama pada anak-anak yaitu tipe 1sampai 8 2. tipe yang patogen terutama pada dewasa yaitu tipe 6, 14, 19 dan 23 Untuk pemeriksaan kapsul dapat dilihat dengan Quellung test. Kapsul bisa terlihat jelas menggembung dengan uji ini.
Kokus Gram positif dalam rangkaian, kebanyakan spesies adalah anerob fakultatif, sesetengah adalah anerob obligat; spesies yang virulen mungkin menghasilkan kapsul yang terdiri dari asid hialuronik dan protein M; habitat primernya ialah saluran pernafasan atas (rongga hidung dan farinks).
Antara infeksi-infeksi yang disebabkan pada manusia termasuklah demam skarlet, faringitis, impetigo, selulitis, demam reumatik dll.
Streptococcus dikelaskan berdasarkan morfologi koloni, tindak balas biokimia, kespesifikan serologi dan corak hemolisis atas agar darah. Pengkelasan kepada kumpulan serologi adalah berdasarkan perpezaan kandungan karbohidrat dinding sel (kumpulan A - V) atau kapsul polisakarida
Stretococcus kumpulan B. Ia dibahagikan kepada 3 kumpulan berdasarkan corak hemolisis: , , :
a) Kumpulan hemolisis  - kebanyakannya terdiri dari kumpulan "viridans" iaitu Streptococcus hemolisis  tanpa kapsul.
b) Kumpulan hemolisis  - paling penting sebab sebahagian besar patogen manusia terdiri dari kumpulan ini; ada spesies yang tidak patogen tetapi mempamerkan hemolisis .
c) Kumpulan hemolisis  - tidak dikira patogen tetapi komensal. Pengkelasan menurut aktiviti hemolisis kurang sesuai untuk menentukan kepatogenan.
Kumpulan Lancefield: Kaedah yang diperkenalkan oleh Rebecca Lancefield berdasarkan kepada ciri-ciri antigen karbohidrat dinding sel yang dipanggil bahan C. Pengkelasan mengikut kaedah Lancefield boleh membezakan Streptococcus hemolisis  kepada kumpulan A - V, setiap kumpulan ada spesies nama. Kumpulan-kumpulan patogen utama ialah A, B, C, D dan G. Lebih dari 90% infeksi strep pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis  kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes. Tidak semua Streptococcus boleh dikelaskan menurut kaedah Lancefield, e.g. S. pneumoniae, S. mutans, dll.
Antigen Streptococcus:
1. Kapsul asid hialuronik: bahan kapsul yang dihasilkan terutama oleh strep kumpulan A dan C. Ia tidak imunogen. Dalam sesetengah strep kumpulan C ia adalah faktor kevirulenan; anti-fagositosis.
2. Protein-protein dinding sel (M, T dan R): Protein M pada dinding sel strep ialah faktor kevirulenan bagi Streptococcus hemolisis  kumpulan A. Ia berfungsi merencat fagositosis. Berdasarkan kepada perbezaan protein M kumpulan A boleh dibahagikan kepada 750 jenis. Protein T: berguna untuk menjeniskan strep yang tak boleh dijeniskan berdasarkan protein M; bukan faktor kevirulenen. Protein R: tiada kepentingan patogen atau klinik.
3. Karbohidrat dinding sel: Strep dibahagikan kepada kumpulan A - V berdasarkan kepada perbezaan lapisan karbohidrat dinding sel. Dalam kumpulan A dan C, karbohidrat terdiri dari polimer N-asetilglukosamin dan rhamnosa dan dipanggil bahan C. Ramai orang berpendapat patogenesis demam reumatik boleh dikaitkan dengan bahan C kerana karbohidrat kumpulan A boleh bertindakbalas silang dengan glikoprotein injap jantung dan sendi. Kalau komponen dinding C disuntik ke dalam arnab, ia boleh menghasilkan artritis. Selain itu pesakit demam reumatik mempunyai antibodi terhadap karbohidrat kumpulan A.
4. Mukopeptid dinding sel: terdiri dari N-asetilglukosamin dan asid N-asetilmuramik; antigenik; boleh menghasilkan demam, nekrosis kulit, karditis, lisis darah merah; ketoksikan sama seperti endotoksin bakteria Gram negatif.
Membran sel: bertindakbalas silang dengan tisu jantung, ginjal dan tisu hubungan.

Cara Pemeriksaan ini pemeriksaan epidemiologi, bukan pemeriksaan eksperimental.

- Pada kunjungan pertama dlakukan pengambilan sample darah akan diambil kira-kira 1 sampai 1½ sendok teh untuk pemeriksaan ada tidaknya bakteri dalam darah
- Apabila anak menunjukkan gejala radang selaput otak, saat kunjungan pertama akan dilakukan pula pengambilan sampel cairan otak-sumsum tulang belakang untuk menguji ada tidaknya bakteri dalam cairan otak-sumsum tulang belakang
- Bila anak menderita gejala pneumonia seperti nafas cepat atau sulit bernafas selama pemeriksaan pertama, maka akan dlaukan pemeriksaan foto toraks untuk memastikan apakah terjadi infeksi di paru anak tersebut.

Alat atau media yang digunakan pada pemeriksaan streptococcus bacterial

Media dengan susunan tertentu yang digunakan untuk pengujian vitamin, asamamino, dan antibiotik.Media perhitungan
Media ini dipakai untuk menghitung jumlah bakteri yang terdapat dalam suatu
bahan, misalnya media PCA (Plate Count Agar) dan PDA (Plate Dextrosa Agar).
(Suendra dkk, 1991)









PEWARNAAN BAKTERI

Tujuan: - untuk melihat bentuk dan strktur bakteri
Didentifikasi dengan pewarnaan Gram, uji parsial dan sekuensing gen 16S rrna. Hasil isolasi diperoleh 138 isolat bakteri masing-masing 70 isolat endofit dan 68 ... Pewarnaan Gram dari ke enam isolat terbaik. Isolat SAB E-8, SAB E-35 dan SAB E-. 40 dari hasil pewarnaan Gram merupakan bakteri Gram negatif. Bakteri streptococcus pneumonia bakteri Gram positif diarahkan ke kelompok Bacillus dengan melakukan uji parsial. Yang meliputi pewarnaan Gram, endospora dan katalase.
Hasil Hal yang perlu diperhatikan
- Objec glass harus bersih dan bebas lemak
- Umur biakan: 18-24 jam, kecuali Mycobacterium tuberculosis, bila lebih dari 24 jam struktur dan bentuk dapat berubah
- Kualitas zat warna
- Tebal tipis sediaan

Cara membuat sediaan
1. Siapkan object glass bersih
2. Tetes kan larutan NaCl 0,9%, tambahkan biakan bakteri
3. Ratakan setipis mungkin membentuk lingkaran
4. Biarkan sediaan mongering diudara (jauh diatas api)
5. Fiksasi (lewatkan diatas api) 3 kali →mematikan, merekatkan bakteri

Cara membuat sediaan hapus
1. Siapkan object glass bersih
2. Teteskan suspensi bakteri dengan ose pada ping gir sudut object glass
3. Teteskan zat warna negrosin (tinta cina) pada sisi sudut lain
4. Campurdan apuskan (ratakan dengan object glass lain)
5. Keringkan dan fiksasi

Macam-macam pewarnaan
1. Pewarnaan negative
- Bakteri tidak diwarnai, tapi mewarnai latar belakang
- Ditujukan untuk bakteri yang sulit diwarnai, seperti spirochaeta
2. Pewarnaan sedehana
- Menggunakan satu macam zat warna (biru metilen/air fukhsin)
- Tujuan hanya untuk melihat bentuk sel
3. Pewarnaan diferensial
- menggunakan lebih dari satu macam zat warna
- Tujuan untuk membedakan antar bakteri
- Contoh: Pw. Gram, Pw. Bakteri Tahan Asam
4. Pewarnaan khusus
- Untuk mewarnai struktur khusus/tertentu dari bakteri→ kapsul, spora, flagel dll
Cara pewarnaan negative
- Sediaan hapus → teteskan emersi → lihat dimikroskop
- Cara pewarnaan sederhana
- Sediaan → teteskan zat warna, biarkan selama 2 menit → cuci (bilas dengan air mengalir) → keringkan dg kertas saring → teteskan emersi → mikroskop
- Cara pewarnaan Gram
- Sediaan → teteskan gentian violet 5 menit → cuci → teteskan lugol 1 menit →
- cuci → celupkan kedalam alkohol 96% 30 detik → cuci → teteskan air fukhsin 2 menit → cuci → keringkan dg ketas saring → emersi → mikroskop
- Hasil : Gram + ungu, Gram – merah
- Cara pewarnaan tahan asam (pew. Ziehl-Nelson)
- Sediaan → teteskan karbol fukhsin → panaskan 5 menit ~ keluar uap → cuci → teteskan H2SO4 5% 2 detik → cuci d alcohol 60% → cuci dg air → teteskan metil biru 2 menit → cuci → keringkan → emersi → mikroskop
- Hasil: Bakteri tahan asam merah, tidak tahan asam biru
- Prinsip: Bakteri tahan asam mempertahankan warna merah setelah diberi H2SO4

Streptococcus Scientific classification - Kingdom: Bacteria -Phylum: Firmicutes -Class: Bacilli -Order: Lactobacillales - Family: Streptococcaceae - Genus: Streptococcus - Species : >S. agalactiae >S. anginosus >S. bovis >S. canis >S. equi >S. iniae >S. mitis >S. mutans >S. oralis >S. parasanguinis >S. peroris >S. pneumoniae >S. pyogenes >S. ratti >S. salivarius >S. salivarius ssp. thermophilus >S. sanguinis >S. sobrinus >S. suis >S. uberis >S. vestibularis >S. viridans















HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM IDENTIFIKASI
Hal hal yg perlu diperhatikan dlm melakukan Identifikasi bakteri:
- Dalam melakukan identifikasi sering kali pasien menolak untuk diperiksa sensitifitasnya terhadap antibiotik mungkin karena alasan biaya. Namun menurut konsensus ahli mikrobiologi, pemeriksaan mikrobiologi klinik harus dilakukan sampai dengan pengujian kepekaan / sensitifitas untuk menghindari resistensi kuman terhadap antibiotik.Pasien yang bandel seringkali menghentikan pengobatan antibiotiknya sebelum obat tersebut habis padahaLl kelalaian tersebut akan menimbulkan mutasi bakteri yang mengarah kepada resistensi bakteri terhadap antibiotik tertentu.
- Uji Serologi merupakan uji reaksi antara antigen dengan antibodi yang akan menimbulkan aglutinasi. Uji serologi menggunakan antiserum spesifik sehingga sensitifitas atau ketepatan uji serologi relatif tinggi.
- Pewarnaan Basil Tahan Asam (BTA) merupakan uji makroskopik yang memiliki nilai diagnosa yang tinggi karena pemeriksaan tersebut dapat memangkas isolasi bakteri yang akan memakan waktu sampai 8 minggu.
- Cara pengambilan spesimen harus di perhatikan, contohnya dalam pengambilan sampel darah bukan hanya harus dilakukan secara aseptik untuk menghindari kontaminasi, namun juga harus diperhatikan waktu pengambilannya, karena infeksi bakteri memiliki siklus tertentu.
- Hati-hati dengan hasil false positive dan false negative. False positif maksudnya dalam sampel seharusnya tidak ditemukan bakteri namun dalam pelaporan / pengerjaan ditemukan bakteri. Hal ini bisa terjadi bila dalam pengerjaan terjadi kontaminasi. False negatif maksudnya dalam sampel seharusnya terdapat bakteri namun dalam pengerjaan / pelaporan tidak ditemukan bakteri. Hal ini bisa terjadi karena kurangnya ketelitian dalam penggunaan ose













BAB III

Pembahasan penyakit yang disebabkan oleh
streptococcus bacterial

MENINGITIS

Meningitis adalah syndroma klinik yang dikarakteristik oleh inflamasi meningen. Secara klinik, kondisi medis ini memunculkan manifestasi gejala-gejala meningeal seperti; sakit kepala, nuchal rigidity, photophobia dan peningkatan leukosit dalam cairan serebrospinal (pleositosis). Tergantung pada durasi gejala-gejala, meningitis dapat diklasifikasikan sebagai akut atau kronik. Meningitis akut menunjukkan evolusi dari gejala-gejala antara beberapa jam sampai hari, sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi dalam minggu sampai bulan. Durasi gejala-gejala dari meningitis kronik dikarakteristik sekurangnya 4 minggu.

Meningitis Bakterial

Terdapat sejumlah penyebab infeksi dan non infeksi dari meningitis. Contoh yang paling sering adalah penggunaan obat-obatan, misalnya obat antiinflamasi non streroid, antibiotic; dan carsinomatosis.

Meningitis dapat juga diklasifikasikan sesuai dengan etiologinya. Meningitis bacterial akut menunjukkan penyebab bakteri syndrome ini. Meningitis bacterial dikarakteristik oleh onset akut gejala-gejala meningeal dan neutrophilic pleocytosis. Syndroma dinamai tergantung pada penyebab bacterial spesifik, misalnya, Streptococcus pneumoniae meningitis, meningococcal meningitis, atau Haemophilus influenzae meningitis. Penyebab fungi dan parasit dari meningitis juga diberi nama sesuai dengan agent penyebabnya, seperti cryptococcal meningitis, Histoplasma meningitis, dan amebic meningoencephalitis.

Aseptic meningitis adalah istilah yang digunakan secara luas yang dinyatakan dengan respon seluler non-piogenik, dimana meningitis ini disebabkan oleh beberapa agent yang berbeda. Pada beberapa kasus, penyebab tidak terlihat sesudah evaluasi awal. Karakteristik pasien menunjukkan onset gejala meningeal akut, demam dan pleositosis cerebrospinal yang ditandai limpositosis menonjol. Sesudah pemeriksaan teliti beberapa kasus ditemukan dengan penyebab virus dan kemudian diklasifikasikan sebagai meningitis virus akut (misalnya, enterovirus meningitis, herpes simplex virus [HSV] meningitis). Selain virus, pada banyak kasus meningitis aseptic, dapat juga disebabkan oleh bakteri, fungi, mycobakterial dan agent parasit.3,4












Gambar
BAB IV

Kesimpulan dan Saran



Kesimpulan
Streptococcus adalah sel gram possitf berbentuk bulat telur atau seperti bola yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit salah satunya adalah pneumonia dan meningitis.mengapa serangan pnemmonia bisa mematikan manusia dan mengapa antibiotic tidak mampu menolong sebagian pasien. Mereka menilai, phemonia bisa mematikan ketika bakteri streptococcus pneumonia mengeluarkan racun yang bisa memicu pendarahan di paru-paru korban. Penderita pneumonia terancam resiko kematian lebih besar apabila mengkonsumsi antibiotik. Penyebabnya, antibiotik membunuh bakteri streptococcus pneumonia dan bakteri tersebut mengeluarkan lebih banyak racun mematikan pneumolysin.pneumonia adalah peradangan paru-paru yang disebabkan oleh bermacam etiologi seperti bakteri, virus, mikoplasma, jamur atau bahan kimia/benda asing yang teraspirasi dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi (ventilation perfusion mismatch). Serangan pneumonia pneumokokus biasanya mendadak, dengan demam, menggigil, dan nyeri pleura yang nyata. Pengobatan pneumonia dapat dilakukan dengan memberikan antibiotic penisilin g atau v atau oral, sedang yang tidak kuat diberi sefalosporin.



Saran
Terima kasih telah membaca makalah ini,penulis harap setelah membaca makalah ini pembaca dapat menjaga kesehatan agar terbebas dari berbagai penyakit yang dapat mamatikan organ tubuh manusia


























DAFTAR PUSTAKA



Jawetz, dkk., 1996, Mikrobiologi Kedokteran, ed 20, 143, Kedokteran EGC, Jakarta
Johnson, Arthur G., 1994, Mikrobiologi dan Imunologi, 36-37, Binarupa Aksara, Jakarta
Koeswardono, Gerard Bonang Enggar S., 1992, Mikrobiologi untuk Laboratorium dan Klinik, 79-80, Gramedia, Jakarta
Oswari, E., 1995, Penyakit dan Penanggulannya, 208, Gramedia, Jakarta
Pelczar, Michael J., 1998, Dasar-Dasar Mikrobiologi, cet 1, 363, UI Press, Jakarta
http://elearning.unej.ac.id/courses/FAU1307/document/deskripsibakteri.ppt?cid Req=FAU1307.
http://en.wikipedia.org/wiki/streptococcus_pneumoniae
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2006/4/26/k1.htm
http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=48
http://www.info-sehat.com/content.php?s_sid=797
http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&kategori=pdt&direktori=pdt&filep f=0&pdf=html=0711
http://www.pediatrik.com/pkb/0601022023132-f6vo140.pdf